Identitas :
Nama : Tn. O
Umur : 74 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status
Perkawinan :
Sudah Menikah
Pekerjaan :
Buruh
Alamat : Kp. Cipari pancatengang
Suku : Sunda
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 26 September 2012
Anamnesa :
Keluhan Utama
:
Os mengeluh perutnya kembung sejak 1 minggu
sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke IGD pada jam 16.29 wib dengan
keluhan perutnya kembung dan terasa kencang sejak 1 minggu sebelum masuk RS,
BAB hanya mencret sedikit-sedikit dan os mengalami mulal dan muntah. Selain itu
os juga sudah tidak bias buang angin (flatus) sejak 5 hari sebelum masuk RS. Os
mengalami demam sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan os terus
menerus. Kemarin sore os mengalami kejang lebih dari 3 kali, kejang ± 5 menit,
setelah kejang os sadar. Os juga mengeluhkan batuk berdahak sejak ± 2 minggu
yang lalu.
Os juga mengeluhkan adanya benjolan di kantung
buah zakar sebelah kanan sejak ± 2 tahun yang lalu, benjolan masih bisa
dimasukan kembali, namun sejak 7 hari yang lalu benjolan sulit untuk dimasukan
kembali. BAK normal tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os menderita hernia inguinalis lateralis dextra
reponible
Riwayat kecelakaan :
Tidak pernah ada riwayat kecelakaan
Riwayat penyakit keluarga :
Di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini
Riwayat habituasi :
Semasa muda pasien sering mengangkat beban yang
berat.
Riwayat pengobatan :
Os belum pernah berobat secara medis sebelum nya,
hanya di urut secara tradisional.
Riwayat alergi :
Os tidak mempunyai riwayat alergi obat atau pun
makanan.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tekanan
Darah : 140 / 80 mmHg
Nadi
: 108 x /menit
Suhu : 38,20
C
Respirasi Rate : 36 x/menit
Kepala :
Kepala :
Normochepali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks : Pulmo
I
: Simetris (+/+) (DBN)
P: Vokal Fremitus (+/+) (DBN)
P: Sonor (+/+) (DBN)
A: Vesikuler
(+/+) (DBN)
Jantung I : Ictus Cordis tidak terlihat
P : Ictus Cordis tidak teraba
P : Batas jantung normal
A : BJ I-II reguler, Gallop (-)
Abdomen : I
: Cembung, Distendid
A: Bising usus (+) meningkat,
borboriqni sound (+), metalic soud (+)
P : Nyeri tekan di seluruh
lapang perut, defans muscular (+)
P : Hipertimpani
Genitalia eksterna : tampak benjolan di ingunal dextra dengan diameter
3cm, benjolan kenyal dan dapat digerakan. Benjolan tidak dapat dimasukan
kembali.
Ekstremitas : Superior : edema (-/-),
sianosis (-/-)
Inferior :
edema (-/-), sianosis (-/-)
Status lokalis :
Abdomen : I :
Cembung, Distendid
A : Bising usus (+) meningkat,
borborigni sound (+), metalic soud (+)
P : Nyeri tekan di seluruh
lapang perut, defans muscular (+)
P : Hipertimpani
Genitalia eksterna : tampak
benjolan di ingunal dextra dengan diameter 3cm, benjolan kenyal dan dapat
digerakan. Benjolan tidak dapat dimasukan kembali.
Usulan Pemeriksaan Penunjang:
Hematologi rutin
1. Pemeriksaan darah rutin
Hb :
( 14-18
g/dl )
Ht : (
40-50 g/dl )
Leukosit :
( Dewasa : 5000 – 10.000 /mm3 )
Trombosit : (
150.000 – 350.000 /mm3 )
2. Karbohidrat
GDS :
(
76 – 110 mg/dl )
3. Faal ginjal
Ureum :
(
15 – 45 mg/dl )
Kreatinin :
( 0,7 –
1,20 mg/dl )
4. Electrolit
Natrium : (
137 – 147 mmol )
Kalium : (
3,6 – 5,4 mmol )
Radiologi
1. Usg abdomen.
2. BNO
3. Foto polos abdomen
4. Foto thoraks
Diagnosis Kerja :
Ileus obstruktif e.c hernia inguinalis lateralis
incarserata dextra
Penatalaksanaan :
- Penderita dipuasakan
- Kontrol status airway, breathing and circulation.
- Dekompresi dengan nasogastric tube.
- Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter
urin untuk menghitung balance cairan
Operatif :
Laparatomi eksplorasi kemudian dilakukan
herniorepair
Prognosis :
Ad vitam :
ad bonam
Ad
fungsionam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan
keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan
segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi,
atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi, obstruksi
atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis. 1
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan
tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di
Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata,
sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya
membutuhkan tindakan operatif. 1
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus
daripada usus besar. Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan
tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan
gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan
kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada
dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian. 2
Obstruksi kolon sering disebabkan oleh neoplasma atau
kelainan anatomic seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau
obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak
bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk menentukan
jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan
letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya
berhenti setelah operasi kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika
lebih lanjut. Hal ini yang menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan
kompleks daripada obstruksi usus halus. 3
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan
konservatif, maka hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi
juga sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, skills,
dan kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor
tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya
berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh
dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga menarik
untuk diteliti mortalitas ileus pada pasien yang mengalami operasi dengan
pasien yang ditangani secara konservatif.
A. Definisi
Ileus adalah hilangnya pasase isi usus.
Ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase
isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. 4
Ileus Paralitik adalah hilangnya peristaltic usus
sementara. 5
B. Klasifikasi
- Ileus Mekanik 2
1.1
Lokasi Obstruksi
1.1.1
Letak Tinggi :
Duodenum-Jejunum
1.1.2
Letak Tengah : Ileum
Terminal
1.1.3
Letak Rendah :
Colon-Sigmoid-rectum
1.2
Stadium
1.2.1
Parsial : menyumbat
lumen sebagian
1.2.2
Simple/Komplit:
menyumbat lumen total
1.2.3
Strangulasi: Simple
dengan jepitan vasa 6
- Ileus Neurogenik
2.1
Adinamik : Ileus
Paralitik
2.2
Dinamik : Ileus
Spastik
- Ileus Vaskuler : Intestinal
ischemia 6
C. Etiologi
1. Ileus Obstruktif 2 3 4 6 10
a)
Hernia Inkarserata
b)
Non Hernia
c)
Penyempitan lumen
usus
·
Isi Lumen : Benda
asing, skibala, ascariasis.
·
Dinding Usus :
stenosis (radang kronik), keganasan.
·
Ekstra lumen : Tumor
intraabdomen.
d)
Adhesi
e)
Invaginasi 8
f)
Volvulus 7
9
g)
Malformasi Usus
2. Ileus Paralitik 5 10 11
a.
Pembedahan Abdomen
b.
Trauma abdomen
c.
Infeksi:
peritonitis, appendicitis, diverticulitis
d.
Pneumonia
e.
Sepsis
f.
Serangan Jantung
g.
Ketidakseimbangan
elektrolit, khususnya natrium
h.
Kelainan metabolik
yang mempengaruhi fungsi otot
i.
Obat-obatan:
Narkotika, Antihipertensi
j.
Mesenteric
ischemia 5 6 11
D. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi
usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di
mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik
peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya
hilang. 12
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus dapat
dilihat pada Gambar-2.1. Lumen usus yang tersumbat secara progresif
akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat
peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari
lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari10, tidak adanya absorpsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus
setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan
ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung,
penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus
menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan
sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat
distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi
toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia. 12
Gambar-2.1. Patofisiologi
Obstruksi Usus 12
Obstruksi Mekanik Simple.
Pada obstruksi simple, hambatan pasase muncul tanpa
disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan,
sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya
komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi
sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi
udema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara
terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi
mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi,
peritonitis, dan kematian. 4
Obstruksi Strangulata.
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus
umumnya dihubungkan dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan
oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal dari obstruksi vena, yang
kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang cepat pada
dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan
perforasi.4
1. Subyektif -Anamnesis
Gejala Utama: 13
- Nyeri-Kolik
·
Obstruksi usus halus
: kolik dirasakan disekitar umbilikus
·
Obstruksi kolon :
kolik dirasakan disekitar suprapubik.
- Muntah
·
Stenosis Pilorus :
Encer dan asam
·
Obstruksi usus halus
: Berwarna kehijauan
·
Obstruksi kolon :
onset muntah lama.
- Perut Kembung (distensi)
- Konstipasi
- Tidak ada defekasi
- Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang
tidak dapat kembali menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat
didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus
paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang
menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus.2 Onset
keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan
onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.2 3
2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik
A. Strangulasi
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal
peritonitis seperti: 13
- Takikardia
- Pireksia (demam)
- Lokal tenderness dan guarding
- Rebound tenderness
- Nyeri lokal
- Hilangnya suara usus lokal
Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan
laparotomi. 4
B. Obstruksi
- Inspeksi
Perut distensi, dapat
ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan
skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat
massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas
luka operasi sebelumnya.2 3 7 8
- Auskultasi
Hiperperistaltik, bising
usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik
melemah sampai hilang.13 15
- Perkusi
Hipertimpani
- Palpasi
Kadang teraba massa seperti
pada tumor, invaginasi, hernia.
- Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot
: Hirschprung disease
- Adanya darah dapat
menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras :
skibala
- Feses negatif : obstruksi
usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps :
curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau
general peritonitis 2 3
- Radiologi
Foto Polos:
Pelebaran udara usus halus
atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level.
Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium
enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan
volvulus.
C. Paralitik
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen
berupa silent abdomen yaitu bising usus
menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus
halus atau besar tanpa air-fluid level. 5
Tabel-2.1. Perbandingan
Klinis bermacam-macam ileus.15
Macam ileus
|
Nyeri Usus
|
Distensi
|
Muntah
borborigmi
|
Bising usus
|
Ketegangan
abdomen
|
Obstruksi
simple tinggi
|
++
(kolik)
|
+
|
+++
|
Meningkat
|
-
|
Obstruksi
simple rendah
|
+++
(Kolik)
|
+++
|
+
Lambat, fekal
|
Meningkat
|
-
|
Obstruksi
strangulasi
|
++++
(terus-menerus,
terlokalisir)
|
++
|
+++
|
Tak tentu
biasanya
meningkat
|
+
|
Paralitik
|
+
|
++++
|
+
|
Menurun
|
-
|
Oklusi
vaskuler
|
+++++
|
+++
|
+++
|
Menurun
|
+
|
A. Penanganan Ileus
1. Konservatif
- Penderita dirawat di rumah
sakit.
- Penderita dipuasakan
- Kontrol status airway, breathing and circulation.
- Dekompresi dengan nasogastric tube.
- Intravenous fluids and electrolyte
- Dipasang kateter urin untuk
menghitung balance cairan.
- Lavement jika
ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
2. Farmakologis 4
- Antibiotik broadspectrum untuk
bakteri anaerob dan aerob.
- Analgesik apabila nyeri.
3. Operatif 10 14
- Ileus paralitik tidak dilakukan
intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
- Obstruksi usus dengan prioritas
tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi kolon.
- Operasi dilakukan setelah
rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau
rupture usus.
- Operasi diawali dengan
laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan
hasil explorasi melalui laparotomi.
o Lisis pita untuk band
o Herniorepair untuk hernia
inkarserata
o Pintas usus : ileostomi,
kolostomi.
o Reseksi usus dengan
anastomosis
o Diversi stoma dengan atau
tanpa reseksi.
B. Komplikasi 2 3
- Nekrosis usus
- Perforasi usus
- Sepsis
- Syok-dehidrasi
- Abses
- Sindrom usus pendek dengan
malabsorpsi dan malnutrisi
- Pneumonia aspirasi dari proses
muntah
- Gangguan elektrolit
- Meninggal
C. Prognosis
- Saat operasi, prognosis
tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya.
- Setelah pembedahan dekompresi,
prognosisnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya.2 3
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sjamsuhidajat, R.;
Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC,
2003. Hal: 181-192.
2.
Fiedberg, B. and
Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle, W.L., Li,
B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004.
3.
Basson, M.D.:
Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J., and
Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
6.
Leaper, D.J., Peel,
A.L.G., McLatchie, G.R., and Kurup, V.: Gastrointestinal disease. InOxford handbook
of clinical surgery. Editor by McLatchie, G.R., and Leape, D. 2nd Edition.
London: Oxford University Press, 2002. p: 214-296.
7.
Hebra, A., and
Miller, M.: Intestinal Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R., Li, B.UK.,
Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine,com. Last Updated: February 25, 2004.
8.
Chahine, A.A.:
Intussusception. Editor: Nazer, H., Windle, M.L., Li, B.UK., Schwarz, S. and Altschuler,
S. http://www.emedicine,com. Last Updated: June 10, 2004.
9.
Shukia, P.C.:
Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R., Piccoli, D., Schwarz, S. and
Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated: May 18, 2005.
10.
Levine, B.A., and
Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar Bedah Sabiston’s
essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa: Andrianto, P., dan
I.S., Timan. Editor bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.
11.
Badash, Michelle. Paralytic
Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel Obstruction). EBSCO Publishing,
2005.
12.
Price, S.A. Patofisiologi:
Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L.,
Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
13.
Browse, Norman,
L. An Introduction to the Symptoms and Signs of Surgical Disease. 3rdEdition.
London: Arnold, 1997.
14.
Hamami, AH., Pieter,
J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus Halus, apendiks, kolon,
dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor:
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-681.
15.
Anonym. Pedoman
Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Soetomo. Surabaya, 1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar