Home

Rabu, 21 November 2012

ileus

Identitas :                              
Nama                                                                      : Tn. O
Umur                                                                      : 74  tahun
Jenis Kelamin                                                         : Laki-laki
Status Perkawinan                                                  : Sudah Menikah
Pekerjaan                                                                : Buruh           
Alamat                                                                    : Kp. Cipari pancatengang
Suku                                                                       : Sunda
Agama                                                                    : Islam
Tanggal Masuk                                                       : 26 September 2012
 

Anamnesa :
Keluhan Utama                  :
Os mengeluh perutnya kembung sejak 1 minggu sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke IGD pada jam 16.29 wib dengan keluhan perutnya kembung dan terasa kencang sejak 1 minggu sebelum masuk RS, BAB hanya mencret sedikit-sedikit dan os mengalami mulal dan muntah. Selain itu os juga sudah tidak bias buang angin (flatus) sejak 5 hari sebelum masuk RS. Os mengalami demam sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan os terus menerus. Kemarin sore os mengalami kejang lebih dari 3 kali, kejang ± 5 menit, setelah kejang os sadar. Os juga mengeluhkan batuk berdahak sejak ± 2 minggu yang lalu.
Os juga mengeluhkan adanya benjolan di kantung buah zakar sebelah kanan sejak ± 2 tahun yang lalu, benjolan masih bisa dimasukan kembali, namun sejak 7 hari yang lalu benjolan sulit untuk dimasukan kembali. BAK normal tidak ada keluhan.


Riwayat Penyakit Dahulu :
Os menderita hernia inguinalis lateralis dextra reponible
Riwayat kecelakaan :
Tidak pernah ada riwayat kecelakaan
Riwayat penyakit keluarga :
Di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini
Riwayat habituasi :
Semasa muda pasien sering mengangkat beban yang berat.
Riwayat pengobatan :
Os belum pernah berobat secara medis sebelum nya, hanya di urut secara tradisional.
Riwayat alergi :
Os tidak mempunyai riwayat alergi obat atau pun makanan.


Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum    : Tampak sakit sedang
Kesadaran             : Compos mentis
Vital sign               : Tekanan Darah : 140 / 80 mmHg
                                 Nadi                  :  108 x /menit
                                 Suhu                  :  38,20 C
                                 Respirasi Rate   : 36 x/menit

Kepala :
Kepala                    : Normochepali
Mata                       : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks :       Pulmo    I : Simetris (+/+) (DBN)
                           P: Vokal Fremitus (+/+) (DBN)
                           P: Sonor (+/+) (DBN)
                                       A: Vesikuler (+/+) (DBN)
                        Jantung  I : Ictus Cordis tidak terlihat
                                      P : Ictus Cordis tidak teraba
                                      P : Batas jantung normal
                                      A : BJ I-II reguler, Gallop (-)
Abdomen :     I : Cembung, Distendid
A: Bising usus (+) meningkat, borboriqni sound (+), metalic soud (+)
P : Nyeri tekan di seluruh lapang perut, defans muscular (+)
P : Hipertimpani
Genitalia eksterna : tampak benjolan di ingunal dextra dengan diameter 3cm, benjolan kenyal dan dapat digerakan. Benjolan tidak dapat dimasukan kembali.
Ekstremitas :             Superior : edema (-/-), sianosis (-/-)
                                    Inferior  :  edema (-/-), sianosis (-/-)

Status lokalis :
Abdomen                   :          I : Cembung, Distendid
A : Bising usus (+) meningkat, borborigni sound (+), metalic soud (+)
P : Nyeri tekan di seluruh lapang perut, defans muscular (+)
P : Hipertimpani
Genitalia eksterna     : tampak benjolan di ingunal dextra dengan diameter 3cm, benjolan kenyal dan dapat digerakan. Benjolan tidak dapat dimasukan kembali.

Usulan Pemeriksaan Penunjang:
            Hematologi rutin
1.      Pemeriksaan darah rutin
Hb             :                                   ( 14-18 g/dl )
Ht              :                                   ( 40-50 g/dl )
Leukosit    :                                   ( Dewasa : 5000 – 10.000 /mm3 )
Trombosit :                                   ( 150.000 – 350.000 /mm3 )
2.      Karbohidrat
GDS          :                                   ( 76 – 110 mg/dl )
3.      Faal ginjal
Ureum       :                                   ( 15 – 45 mg/dl )
Kreatinin   :                                   ( 0,7 – 1,20 mg/dl )
4.      Electrolit  
Natrium     :                                   ( 137 – 147 mmol )
Kalium      :                                   ( 3,6 – 5,4 mmol )
            Radiologi  
1.      Usg abdomen.
2.      BNO
3.      Foto polos abdomen
4.      Foto thoraks

Diagnosis Kerja :
Ileus obstruktif e.c hernia inguinalis lateralis incarserata dextra

Penatalaksanaan :
  • Penderita dipuasakan
  • Kontrol status airwaybreathing and circulation.
  • Dekompresi dengan nasogastric tube.
  • Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan
Operatif :
Laparatomi eksplorasi kemudian dilakukan herniorepair
Prognosis :
              Ad vitam                   : ad bonam
  Ad fungsionam         : ad bonam




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. 1
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif. 1
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian. 2
Obstruksi kolon sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomic seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada obstruksi usus halus. 3
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga menarik untuk diteliti mortalitas ileus pada pasien yang mengalami operasi dengan pasien yang ditangani secara konservatif.
A. Definisi
Ileus adalah hilangnya pasase isi usus.
Ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. 4
Ileus Paralitik adalah hilangnya peristaltic usus sementara. 5
B. Klasifikasi
  1. Ileus Mekanik 2
1.1     Lokasi Obstruksi
1.1.1        Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
1.1.2        Letak Tengah : Ileum Terminal
1.1.3        Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
1.2  Stadium
1.2.1        Parsial : menyumbat lumen sebagian
1.2.2        Simple/Komplit: menyumbat lumen total
1.2.3        Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa 6
  1. Ileus Neurogenik
2.1     Adinamik : Ileus Paralitik
2.2     Dinamik : Ileus Spastik
  1. Ileus Vaskuler : Intestinal ischemia 6
C. Etiologi
1. Ileus Obstruktif 2 3 4 6 10
a)      Hernia Inkarserata
b)      Non Hernia
c)      Penyempitan lumen usus
·      Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
·      Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
·      Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
d)     Adhesi
e)      Invaginasi 8
f)       Volvulus 7 9
g)      Malformasi Usus
2. Ileus Paralitik 5 10 11
a.    Pembedahan Abdomen
b.    Trauma abdomen
c.    Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis
d.   Pneumonia
e.    Sepsis
f.     Serangan Jantung
g.    Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium
h.    Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot
i.      Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi
j.      Mesenteric ischemia 5 6 11
D. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. 12
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus dapat dilihat pada Gambar-2.1. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari10, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. 12
Gambar-2.1. Patofisiologi Obstruksi Usus 12
clip_image001
Obstruksi Mekanik Simple.
Pada obstruksi simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian. 4
Obstruksi Strangulata.
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.4
A. Diagnosis
1. Subyektif -Anamnesis
Gejala Utama: 13
  1. Nyeri-Kolik
·      Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilikus
·      Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
  1. Muntah
·      Stenosis Pilorus : Encer dan asam
·      Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
·      Obstruksi kolon : onset muntah lama.
  1. Perut Kembung (distensi)
  2. Konstipasi
  3. Tidak ada defekasi
  4. Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus.2 Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.2 3


2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik
A. Strangulasi
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti: 13
  • Takikardia
  • Pireksia (demam)
  • Lokal tenderness dan guarding
  • Rebound tenderness
  • Nyeri lokal
  • Hilangnya suara usus lokal
Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi. 4
B. Obstruksi
  • Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.2 3 7 8
  • Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.13 15
  • Perkusi
Hipertimpani
  • Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
  • Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis 2 3
  • Radiologi
Foto Polos:
Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.
C. Paralitik
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar tanpa air-fluid level5
Tabel-2.1. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.15
Macam ileus
Nyeri Usus
Distensi
Muntah borborigmi
Bising usus
Ketegangan abdomen
Obstruksi simple tinggi
++
(kolik)
+
+++
Meningkat
-
Obstruksi simple rendah
+++
(Kolik)
+++
+
Lambat, fekal
Meningkat
-
Obstruksi strangulasi
++++
(terus-menerus, terlokalisir)
++
+++
Tak tentu
biasanya meningkat
+
Paralitik
+
++++
+
Menurun
-
Oklusi vaskuler
+++++
+++
+++
Menurun
+

A. Penanganan Ileus
1. Konservatif
  • Penderita dirawat di rumah sakit.
  • Penderita dipuasakan
  • Kontrol status airwaybreathing and circulation.
  • Dekompresi dengan nasogastric tube.
  • Intravenous fluids and electrolyte
  • Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
  • Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
2. Farmakologis 4
  • Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
  • Analgesik apabila nyeri.
3. Operatif 10 14
  • Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
  • Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi kolon.
  • Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
  • Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
o Lisis pita untuk band
o Herniorepair untuk hernia inkarserata
o Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
o Reseksi usus dengan anastomosis
o Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
B. Komplikasi 2 3
  • Nekrosis usus
  • Perforasi usus
  • Sepsis
  • Syok-dehidrasi
  • Abses
  • Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
  • Pneumonia aspirasi dari proses muntah
  • Gangguan elektrolit
  • Meninggal
C. Prognosis
  • Saat operasi, prognosis tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya.
  • Setelah pembedahan dekompresi, prognosisnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya.2 3

DAFTAR PUSTAKA

1.      Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.
2.      Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004.
3.      Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J., and Katz, Jhttp://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
4.      Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction. http://www.Merck.com.
5.      Anonym. Ileushttp://www.Merck.com.
6.      Leaper, D.J., Peel, A.L.G., McLatchie, G.R., and Kurup, V.: Gastrointestinal disease. InOxford handbook of clinical surgery. Editor by McLatchie, G.R., and Leape, D. 2nd Edition. London: Oxford University Press, 2002. p: 214-296.
7.      Hebra, A., and Miller, M.: Intestinal Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R., Li, B.UK., Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine,com. Last Updated: February 25, 2004.
8.      Chahine, A.A.: Intussusception. Editor: Nazer, H., Windle, M.L., Li, B.UK., Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine,com. Last Updated: June 10, 2004.
9.      Shukia, P.C.: Volvulus. Editor: DuBois, J.J., Konop, R., Piccoli, D., Schwarz, S. and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated: May 18, 2005.
10.  Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar Bedah Sabiston’s essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa: Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.
11.  Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel Obstruction). EBSCO Publishing, 2005.
12.  Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
13.  Browse, Norman, L. An Introduction to the Symptoms and Signs of Surgical Disease. 3rdEdition. London: Arnold, 1997.
14.  Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus Halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-681.
15.  Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar